Jawa Barat — Dalam tahun politik 2024 ini, demokrasi dan keutuhan suatu bangsa akan diuji dengan berbagai tantangan. Di antaranya dengan beredarnya sebaran hoaks, fitnah, ujaran kebencian, politisasi agama dan anarkisme. Tujuan dari semua itu adalah mendelegitimasi penyelenggaraan pemilu dan pilkada 2024.
Ketua Umum DPP Gerakan Masyarakat Peduli Alam dan Lingkungan Hidup (GEMPAL) Ribah Setiawan, dalam sebuah diskusi politik bertajuk “Mencari Sosok Pemimpin Jawa Barat pada Pilkada Tahun 2024” yang diselenggarakan di Kota Bandung beberapa waktu lalu menilai perbedaan pandangan politik adalah hal yang wajar dalam suatu negara demokrasi. Momen ini juga menjadi peluang bagi kita untuk bisa menentukan atau memilih calon pemimpin daerah yang bisa merealisasikan perlindungan terhadap bencana perubahan iklim yang kita hadapi ke depan.
Ribah menuturkan perubahan iklim telah menciptakan berbagai fenomena cuaca ekstrem, seperti gelombang panas, kenaikan suhu muka laut, hingga El Nino yang memicu kemarau kering di Indonesia. Imbas krisis iklim akan semakin parah bila pemimpin terpilih nantinya menerbitkan kebijakan-kebijakan yang merusak lingkungan, seperti deforestasi hutan dan lahan gambut, serta mempertahankan pembangkit energi kotor.
“Kita sedang mengalami krisis iklim yang semakin memprihatinkan sehingga kita harus berbuat sesuatu,” kata Ribah, di Jawa Barat, Sabtu, (3/8/2024).
Lebih lanjut dia mengapresiasi kinerja pemerintah saat ini karena telah menerbitkan serangkaian kebijakan terkait perlindungan sektor kehutanan dan lahan di Indonesia, di antaranya regulasi nilai ekonomi karbon, netralitas karbon, kebijakan Folu Net Sink, hingga Instruksi Presiden terkait moratorium hutan.
Ribah menyatakan komitmennya untuk menjaga dan mengawal demokrasi, sesuai tahapan pilkada 2024 sehingga berjalan dengan aman, damai, jujur, adil dan bermartabat serta tetap menjaga persaudaraan dan persatuan.